Selasa, 13 Desember 2016

Polarisabilitas


Polarisabilitas
Dalam kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai polarisabilitas. Secara umum polarisabilitas yaitu kemudahan suatu molekul untuk membentuk dipol sesaat atau untuk mengimbas suatu molekul. Untuk itu, polarisabilitas ini sangat erat kaitannya dengan gaya van der Waals. Konsepnya  gaya tarik menarik antar molekul ini digunakan untuk menurunkan persamaan zat-zat yang berada dalam fase gas. Gaya ini terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara inti atom dengan elektron atom lain yang disebut gaya tarik menarik elektrostatis (gaya coulomb) yang umumnya terdapat pada senyawa polar. Pada molekul non polar gaya Van Der Waals timbul karena adanya dipol-dipol sesaat atau gaya London.
Interaksi ion-dipol (molekul polar). Terjadi interaksi/tarik menarik antara ion dengan molekul polar (dipol) yang relative cukup kuat. Interaksi dipol-dipol merupakan interaksi antara sesama molekul polar (dipol) yang terjadi antara ekor dan kepala dari molekul itu sendiri. Interaksi ion-dipol terinduksi merupakan interaksi ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan molekul netral dan menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang berada di dekatnya. Ikatan ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi relatif kecil daripada dipol permanen. Interaksi dipol-dipol terinduksi Molekul dipol dapat membuat molekul netral lain yang bersifat dipol terinduksi sehingga terjadi interaksi dipol-dipol terinduksi dan ikatannya relatif lemah sehingga prosesnya berlangsung secara lambat.Antar aksi dipol terinduksi-dipol terinduksi (gaya london).


Kaitan antara gaya van der Waals dan polarisabilitas yaitu apabila polarisabilitas tinggi maka berat molekul (BM) juga semakin tinggi dan panjang ikatannya semakin besar dan titik didih serta titik cairnya juga semakin besar. Pada interaksi disperse meningkat dengan sifat polarisabilitas antara kedua molekul. Polarisabilitas ini seperti yang telah diketahui yaitu kemudahan suatu senyawa untuk membentuk senyawa polar. Senyawa polar ini memiliki beda pusat muatan positif dan negative. Senyawa tak bercabang lebih mudah membentuk senyawa polar, karena beda pusat muatan positif dan negative relative jauh sehingga kepolarannya lebih stabil.
Polarisabilitas ini berkaitan juga dengan Mr dan bentuk molekul seperti yang telah dijelaskan diatas. Semakin besar Mr maka semakin mudah mengalami polarisasi dan semakin kuat pula gaya London. Contohnya antara molekul He = 4 (4 K) dan Rn = 222 (221 K). molekul yang memanjang lebih mudah mengalami polarisasi disbanding molekul yang membulat, kompak, dan simetris. Contohnya n-pentana (36,1oC) dan neo pentane (9,5oC). Zat-zat yang molekulnya bertarikan hanya berdasarkan gaya London, mempunyai titik leleh dan titik didih yang rendah dibandingkan dengan Mr relative sama.

Senin, 05 Desember 2016

Gaya Van Der Waals


Gaya Van Der Waals
Pada pembahasan kali ini, saya akan membahas tentang gaya Van Der Waals. apa sih gaya van der Waals itu ? menurut saya gaya van der Waals yaitu gaya yang terjadi antara dua molekul yang memilki dua muatan posif dan negatif dimana muatan positif akan menarik muatan negatif. prinsip ini seperti prinsip "head to tail". namun, untuk lebih jelasnya akan dijelaskan berikut.
Gaya van der Waals dalam ilmu kimia merujuk pada jenis gaya antara molekul. Istilah ini pada awalnya merujuk pada jenis gaya antarmolekul, dan hingga saat ini masih digunakan dalam pengertian tersebut, tetapi saat ini lebih umum merujuk pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul menjadi dipol. Hal ini mencakup gaya yang timbul dari dipol tetap, dipol rotasi atau bebas serta pergeseran distribusi awan elektron.
Nama gaya ini diambil dari nama kimiawan Belanda Johannes van der Waals, yang pertama kali mencatat jenis gaya ini. Potensial Lennard-Jones sering digunakan sebagai model hampiran untuk gaya van der Waals sebagai fungsi dari waktu. Interaksi van der Waals teramati pada gas mulia, yang amat stabil dan cenderung tak berinteraksi. Hal ini menjelaskan sulitnya gas mulia untuk mengembun. Tetapi, makin besar ukuran atom gas mulia (makin banyak elektronnya) makin mudah gas tersebut berubah menjadi cairan.
Gaya Van der Waals yang terjadi karena adanya induksi dipol yang singkat yang terjadi karena gerak elektron pada ikatan kovalen. Ikatan karena adanya gaya Van der Waals ini tidak cukup kuat, dan inilah yang menyebabkan zat organik yang terikat dengan gaya Van der Waals ini mempunyai titik leleh dan titik didih yang relatif rendah dibanding dengan senyawa yang mempunyai ikatan dipol-dipol atau ikatan hidrogen.
Hal ini juga disebabkan karena keterbatasan molekul untuk saling mendekat, karena begitu tercapai apa yang disebut “radius Van der Waals”, antara molekul akan terjadi tolak menolak. Semakin kuat ikatan antar molekul, titik didih semakin tinggi karena energi yang dibutuhkan untuk memutus ikatan semakin besar.
Gaya Van der Waals merupakan gaya tarik menarik listrik yang relatif lemah akibat kepolaran molekul yang permanen atau terinduksi. Kepolaran permanen terjadi akibat kepolaran di dalam molekul, sedangkan kepolaran tidak permanen terjadi akibat molekul terinduksi oleh partikel lain yang bermuatan sehingga molekul bersifat polar sesaat secara spontan.
Konsep gaya tarik menarik antar molekul ini digunakan untuk menurunkan persamaan zat-zat yang berada dalam fase gas. Gaya ini terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara inti atom dengan elektron atom lain yang disebut gaya tarik menarik elektrostatis (gaya coulomb) yang umumnya terdapat pada senyawa polar. Pada molekul non polar gaya Van Der Waals timbul karena adanya dipol-dipol sesaat atau gaya London.
Berdasarkan kepolaran partikelnya gaya Van Der Waals dibagi menjadi :
1.   Interaksi ion-dipol (molekul polar)
2.   Interaksi dipol-dipol
3.   Interaksi ion-dipol terinduksi
4.   Interaksi dipol-dipol terinduksi
Interaksi ion-dipol (molekul polar)
Terjadi interaksi/tarik menarik antara ion dengan molekul polar (dipol) yang relative cukup kuat.
Interaksi dipol-dipol
Merupakan interaksi antara sesama molekul polar (dipol) yang terjadi antara ekor dan kepala dari molekul itu sendiri.
Interaksi ion-dipol terinduksi
Merupakan interaksi ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan molekul netral dan menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang berada di dekatnya. Ikatan ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi relatif kecil daripada dipol permanen.
Interaksi dipol-dipol terinduksi
Molekul dipol dapat membuat molekul netral lain yang bersifat dipol terinduksi sehingga terjadi interaksi dipol-dipol terinduksi dan ikatannya relatif lemah sehingga prosesnya berlangsung secara lambat.Antar aksi dipol terinduksi-dipol terinduksi (gaya london)
Gaya Van der Waals bersifat permanen sehingga lebih kuat dari gaya london. Gaya Van Der Waals terdapat pada senyawa Hidrokarbon seperti CH4. Perbedaan keelektronegatifan C(2,5) dengan H(2,1) sangat kecil, yaitu 0,4. Senyawa-senyawa yang memiliki ikatan Van Der Waals akan mempunyai titik didih yng sangat rendah, tetapi akan semakin tinggi apabila Mr bertambah karena ikatan akan semakin kuat (C4H10 > C3H8 > C2 H6> CH4).

DAFTAR PUSTAKA




Sabtu, 03 Desember 2016

Tautomeri


TAUTOMERI
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang tautomeri. Nah disini akan dijelaskan apa itu tau tomeri. Menurut saya, tautomeri itu sendiri merupakan perubahan bentuk dari keto menjadi enol kecuali fenol. Hal ini dilakukan untuk membentuk senyawa baru, meskipun sebenarnya bentuk keto itu telah memilki kestabilan yang sangat baik. Nah untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut.
Tautomer adalah senyawa-senyawa organik yang dapat melakukan reaksi  antar ubahan yang disebut tautomerisasi. Seperti yang umumnya dijumpai, reaksi ini dihasilkan oleh perpindahan atom hidrogen atau proton  yang diikuti dengan pergantian ikatan tunggal dengan ikatan ganda di sebelahnya. Dalam larutan di mana tautomerisasi dapat terjadi, kesetimbangan kimia  tautomer dapat dicapat. Rasio tautomer ini tergantung pada beberapa faktor, meliputi temperatur, pelarut, dan pH. Konsep tatomer yang dapat melakukan antarubahan dengan tautomerisasi disebut tautomerisme. Tautomerisme adalah kasus khusus dari isomerisme struktur dan memainkan peran yang penting dalam pemasangan basa dalam molekul DNA dan RNA. 
Tautomerisasi di katalisasi  oleh:
·     Basa (1. deprotonasi; 2. pemebntukan anion  yang terdelokalisasi (misalnya enolat); 3. protonasi pada posisi yang berbeda pada anion).
·   Asam (1. protonasi; 2. pembentukan kation yang terdelokalisasi; 3. deprotonasi pada sebelah posisi yang berbeda pada kation).
Pasangan tautomer yang umum adalah:
·         Keton-enol, misalnya aseton
·         Amida - asam imidat, misalnya selama reaksi hidrolisis nitril
·        Laktam-laktim, sebuah tautomerisme amida-asam imidat pada cincin heterosiklik, misalnya pada nukleobasa guanina, timina, sitosina
·      Enamina-imina
·         Enamina - enamina, misalnya selama reaksi enzim yang dikatalisasi oleh piridoksalfosfate. 


Tautomerisme valensi adalah sejenis tautomerisme prototropik yang melibatkan proses reorganisasi ikatan elektron yang cepat. Contoh dari jenis tautomerisme ini dapat ditemukan pada bulvalenaa. Contoh lainnya adalah bentuk terbuka dan tertutup dari azida-tetrazola. Tautomerisme valensi memerlukan perubahan geometri molekul dan hal ini berbeda dengan srtuktur resonansi ataupun isomer.
Suatu senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam, dapat berada dalam dua bentuk yang disebut tautomer : suatu tautomer keto dan sebuah tautomer enol. Tautomer adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan yang lainnya hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen berhubungan. Tautomer keto suatu senyawa karbonil mempunyai struktur karbonil seperti diharapkan. Tautomer enol (dari –ena+-ol) yang merupakan suatu alcohol vinilik, terbentuk dengan serah-terima sebuah hidrogen asam dari karbon α ke oksigen karbonil. Karena atom hidrogen berada dalam posisi yang berlainan, kedua bentuk tautometrik ini bukanlah struktur-resonansi, melainkan dua struktur berlainan yang berada dalam kesetimbangan. (harus diingat bahwa struktur-struktur resonansi berbeda hanya dalam posisi elektron).
Tautomeri juga dapat dikatakan sebagai  perpindahan atom dalam satu molekul menjadi isomer. contohnya perubahan keto menjadi enol, amin menjadi imin. 


Kuantitas relative enol versus keto dalam suatu cairan murni dapat diperkirakan dengan spektroskopi inframerah atau nmr. Aseton terutama ada dalamketo (99,99% menurut prosedur titrasi khusus).
Bentuk enol tidak hanya memiliki ikatan rangkap berkonjugasi, yang sedikit menambah kestabilan, tetapi juga memiliki susunan yang sedemikian rupa sehingga mmemungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen internal, yang membantu menstabilkan tautomer ini. Tautomeri dapat mempengaruhi kereaktivan suatu senyawa. Suatu pengecualian terhadap sifat keton yang tidak mudah teroksidasi, ialah oksidasi keton yang memiliki sekurang-kurangnya suatu hidrogen alfa. Suatu keton yang dapat menjalani tautomeri dapat dioksidasi oleh zat-pengoksidasi kuat pada ikatan rangkap karbon-karbon (dari) tautomer enolnya. Rendemen reaksi ini tidak diguakan untuk kerja sinetik, tetapi  sering digunakan dalam penuturan struktur.



DAFTAR PUSTAKA

Senin, 28 November 2016

Efek Induksi



EFEK INDUKSI
Pada pembahasan kali ini yaitu mengenai efek induksi. Apa sih efek induksi itu? Mari kita bahas bersama tentang efek induksi. Sifat induksi terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan . Gejala elektrostatik diteruskan melalui rantai karbon.  Efek induksi  terdiri atas dua yaitu  +I (pendorong electron)  dan –I  (penarik electron). Menurut konvensi gugus penarik electron yang lebih besar dari hydrogen H merupakan efek induksi –I sedangkan gugus penarik electron yang lebih lemah dari hydrogen H merupakan efek induksi +I. Pada efek induksi ini juga sangat mempengaruhi nilai keasaman dari suatu senyawa. Berikut ini adalah contohnya.
Gugus alkyl yang terikat pada gugus fungsi senyawa organic merupakan gugus pendorong electron, dimana semakin besar alkyl yang terikat pada gugus fungsi akan mengakibatkan factor +I semakin besar. Berikut ini urutan reaktifitas  induksi –I (penarik electron) adalah sebagai berikut:
-Cl > -Br > -I > -OCH3 > -OH > -C6H5 > -CH+CH2 > -H
Sifat induksi yang dimiliki senyawa tersebut mempengaruhi reaktivitas molekul senyawa organic tersebut, mis. senyawa asam karboksilat akan mempengaruhi sifat keasaman senyawa asam karboksilat dan pada senyawa alkyl halide akan mempengaruhi gugus lepas pada reaksi substitusi dan eliminasi sedangkan senyawa karbonil akan mempengaruhi jalannya reaksi adisi nukleofil, dan sebagainya.
 Pengaruh efek induksi terhadap kekuatan tiga jenis asam karboksilat yang disintesis dari suatu amida.


Efek induksi bekerja pada ikatan sigma pada ketiga reaksi diatas. Dorongan dari gugus R membuat kerapatan electron pada H semakin tinggi sehingga sulit untuk terionisasi. pengaruh efek induksi terhadap kekuatan tiga jenis asam karboksilat yang di sintesis dari  amida terletak pada kecenderungan mudahnya lepas gugus hidroksil dalam air yang di pengaruhi oleh efek induksi tersebut.
Hal tersebut dapat kita ketahui dari nilai pka yaitu pada asam format memiliki nilai pka 3,68. Nilai pka asam asetat 4,74 dan nilai pka asam butanoat 4,80. Dan semakin kecil nilai pka maka semakin kuat sifat asamnya , dimana hal ini dipengaruhi karena pada gugus alkil untuk mendorongsehingga kerapatan H meningkat dan sulit untuk terionisasi. Dan dari reaksi diatas gugus hidroksil pada asam format sangat sukar untuk terionisasi dan keasamanya lebih tinggi ,begitu juga dengan gugus hidroksil pada asam asetat sukar terionisasi dan nilai keasamanya dibawah asam format , begitu juga untuk asam butanoat yang memiliki gugus hidroksil yang dapat terionisasi dan nilai keasamanyapun lebih rendah.
Efek lain yang bekerja adalah efek medan. Efek ini bekerja tidak melalui ikatan tapi langsung melalui ruang atau molekul pelarut. Biasanya sulit untuk memisalkan efek induksi dengan efek ruang, tapi ada fakta yang menunjukkan bahwa efek medan tergantung pada geometri molekul sedangkan efek induksi hanya tergantung pada sifat ikatan. Fakta yang diperoleh dari eksperimen seperti itu memperlihatkan bahwa efek medan lebih penting daripada efek induksi.
Gugus fungsi dapat dikelompokkan sebagai gugus penarik elektron (-I) dan gugus pendorong elektron (+I) relatif terhadap atom hidrogen. Sebagai contoh gugus nitro adalah suatu gugus –I, gugus ini lebih kuat menarik elektron ke dirinya daripada atom hidrogen.
Jadi di dalam α-nitrotoluena, elektron di dalam ikatan C-N lebih jauh dari atom karbon daripada elektron di dalam ikatan H-C toluena. Hal yang serupa, elektron ikatan C-Ph lebih jauh dari cincin daripada di dalam toluena. Dengan digunakan atom hidrogen sebagai pembanding, gugus NO2 adalah gugus penarik elektron (-I) dan gugus O- adalah gugus pendorong elektron (+I). Meskipun demikian, tidak ada pemberian atau penarikan yang benar-benar terjadi, hanya karena ini istilah ini nyaman digunakan, di sini hanya terjadi perbedaan posisi elektron yang disebabkan oleh perbedaan elektronegativitas antara H dengan NO2 atau antara H dengan O-. Tabel 1.1 memuat sejumlah gugus –I dan +I yang paling umum, dan terlihat bahwa dibandingkan dengan hidrogen, kebanyakan gugus adalah penarik elektron. Gugus yang bersifat pendorong elektron hanya gugus dengan muatan formal negatif  (tidak semuanya demikian), atom-atom berlektronegatif rendah seperti Si, Mg, dan sebagainya, dan kemungkinan juga gugus alkil. Gugus alkil biasanya dipandang sebagai gugus pendorong elektron, tapi akhir-akhir ini sejumlah contoh yang ditemukan mengarah pada kesimpulan bahwa gugus bersifat penarik elektron dibanding dengan hidrogen.
Tabel 1.1 Efek medan berbagai gugus relatif terhadap hidrogen

Hal tersebut berdasarkan pada nilai 2,472 untuk elektronegativitas CH3 (Tabel 1.2) dibanding dengan 2,176 untuk H. Jika gugus alkil terikat pada gugus tak jenuh atau karbon trivalensi (atau atom lain), gugus ini berkelakuan sebagai gugus +I; tetapi jika gugus ini terikat pada atom jenuh, hasilnya menjaditidak jelas karena dalam beberapa hal gugus ini sebagai +I dan dalam hal lain gugus ini sebagai –I.

Tabel 1.2 Beberapa nilai elektronegativitas gugus relatif terhadap H = 2,127
Hal yang serupa, adalah sudah jelas bahwa urutan efek medan gugus alkil jika terikat pada sistem tak jenuh adalah tersier > sekunder > primer > CH3, tetapi urutan ini tidak selalu bertahan jika gugus-gugus tersebut terikat pada sistem jenuh. Deuterium adalah gugus pendorong elektron bila dibandingkan dengan hidrogen. Hal lain yang sama, atom ikatan sp umumnya mempunyai kekuatan penarikan elektron lebih besar daripada atom ikatan sp2 yang mempunyai kekuatan penarikan elektron lebih besar daripada atom ikatan sp3. Catatan ini untuk fakta bahwa gugus aril, vinil, dan etunil adalah –I.

Daftar Pustaka